Abyzou

Mata kecil itu melotot ingin bercerita.
Mulut mungil menganga lebar menahan derita.
Darah segar mengalir di ujung kedua matanya.
Sesegar penderitaan yang baru saja dialaminya.
“Bangun anakku… bangunlah…!” tangis histeris sang ibu di ujung malam itu.
“Anakkuuuu……”
“Ibu, sudahhlah. Relakan Sarah meskipun kepergiannya tidak wajar” ucap sang kakak sedih.
3 minggu berlalu…
Akhirnya senja pun keluar dari peraduannya di ujung cakrawala. Dengan sinarnya yang kuning keemasan, terik namun tak begitu panas. Senja itu setia mengiringi langkah 3 pemuda yang letih setelah seharian berpetualang dari satu kota ke kota lainnya. Nun akhirnya senja jualah yang terpaksa menghentikan derap langkah kaki mereka di sebuah kota kecil penuh damai.
Ya…. Benar katamu. Kota Yerussalem. Kota para nabi. Yang selama berabad – abad menjadi pusat dunia. Kota yang terletak di tengah perbukitan Yudea. Kota yang sejak zaman nenek moyang sudah menjadi pusat pertarungan bangsa – bangsa; lebih tepatnya pusat perselisihan. Perselisihan antara tiga agama dari keturunan Nabi Ibrahim. Kota ini begitu penting bagi umat Kristen, Islam dan Yahudi. Dan tiga agama itu sudah berbagi tempat yang berkaitan dengan figur Ibrahim seperti yang telah tertulis dalam kitab suci mereka masing – masing.
Dalam bahasa Ibrani, Yerussalem dikenal dengan sebutan Yerushalayim dan Al – Quds dalam bahasa Arab. Kota ini penuh dengan sejarah di dalamnya. Dikelilingi oleh tembok batu yang di dalamnya terbagi menjadi 3 wilayah untuk umat Kristen, Islam dan Yahudi. Di dalamnya pun terdapat situs suci yang terkenal di dunia. Bukit Calvary, Dome of Rock dan Kotel / tembok ratapan.
“Sepertinya kita harus segera mencari penginapan, hari sudah mulai gelap” Ujar Noam dengan ekspresi kusut masam.
“Benar Kak, kita sudah hampir seharian berjalan tanpa henti, tubuh kita perlu juga di istirahatkan barang sejenak” Sahut Yusuf seperti menyetujui usul Noam.
“Baiklah, ayo kita tanya orang yang ada di pasar itu. Mungkin mereka mengerti tempat pengianapan terdekat.
Tanpa dikomando lagi ketiga sahabat karib itu bergegas menuju orang – orang yang berkumpul di pasar kota.
“Maaf Pak, dimana kami bisa menemukan penginapan terdekat ?” tanya Yusuf dalam bahasa Arab
“Oh ya ada Nak, kamu bisa menemukannya di ujung gang disebelah sana.” Jawab bapak yang bertubuh kurus tidak terlalu tinggi itu sambil mengarahkan telunjuknya ke arah gang yang dimaksud. Gang yang cukup sesak karena dijejali para penjual barang aneka rupa. Mulai dari kebutuhan tubuh, kebutuhan perut hingga kebutuhan untuk memuaskan kelamin.
“Syukron Katsir !” jawab Yusuf singkat.
“Afwan !” balas orang itu dengan ramah.
Setelah mendapatkan informasi yang diperlukan. Lelaki bertubuh semampai tidak terlalu tinggi itu berjalan menemui teman – temannya yang sudah cukup lama menunggu dengan tidak sabar. Berharap mereka segera menemukan sebuah ranjang yang empuk di ruangan yang dingin untuk meleburkan kepenatan yang menyelimuti tubuh mereka seharian.
Tak kurang dari 10 menit, mereka bertiga sudah sampai di tempat yang dimaksud.
“O – S – I – R – I – S” Gumam Shira lirih dengan dahi berkerut seolah – olah menyimpan seribu tanya.
“Ayo kita masuk” sahut Noam dengan tidak sabar diikuti langkah gontai Yusuf yang sudah tidak mampu lagi menahan lelah dan kantuk yang teramat sangat.
“Selamat datang di Hotel Osiris, ada yang bisa kami bantu untuk kalian ?” sambut petugas resepsionis hotel dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Kami pesan kamar double ada?” tanya Shira singkat.
“Untuk berapa orang mbak?” balas Talia dengan ramah.
“Untuk 3 orang” jawab Shira.
“Baiklah, tunggu sebentar mbak” jawab Talia sambil berlalu dari hadapan mereka bertiga. Tak butuh waktu lama, wanita berambut pirang lurus itu segera menampakkan paras ayunya di hadapan mereka kembali sambil membawa kunci kamar bernomor 202.
“Ini silakan kunci kamarnya !” ucap Talia dengan menyodorkan kunci kamar ke Shira.
“Yonathan, tolong kamu antar tamu kita ini ke kamar 202 ya” perintah Talia
“Mari ikut saya” ajak Yonathan dengan ramah sambil membantu mereka membawakan 2 tas koper milik Noam dan Yusuf.
Mereka berempat berjalan menyusuri lorong hotel yang cukup indah. Berdinding marmer bermotif daun papirus di langit – langit hotel. Lampu gantung dari kristal menggantung indah tepat di tengah lobi hotel. Namun sinarnya sangat redup. Seredup suasana hotel yang menyimpan cukup banyak misteri yang harus dipecahkan.
“Silakan kalian masuk, semoga malam ini kalian bisa beristirahat dengan tenang” ucap Yonathan dengan muka yang menyimpan berbagai tanya bagi yang melihatnya.
“Iya, terimakasih” balas Shira lirih.
“Kalau kalian butuh sesuatu atau bantuan, cari aku saja” ucap Yonathan
“Emm… namamu siapa?” tanya Shira penasaran.
“Aku Yonathan, panggil aku Yo saja”
“Aku Shira”
“Baiklah, aku pergi dulu, selamat malam”
“Selamat Malam”
Detik demi detik, menit demi menit hingga jam sudah menunjukkan tepat tengah malam. Ketiga sahabat karib itu mendadak terbangun dari tidur lelapnya karena mendengar suara teriakan di kamar sebelah. Tepatnya di kamar 203.
“Kau dengar suara itu?” tanya Noam kepada Yusuf yang berada di sebelahnya.
“Iya, aku juga dengar. Sepertinya teriakan itu adalah suara perempuan yang ada di kamar sebelah.
“Apa yang harus kita lakukan kak?” tanya Shira agak sedikit ketakutan.
“Ayo kita selidiki apa yang terjadi disana” ajak Noam kepada mereka berdua.
Tanpa menunggu lama, ketiga sahabat itu beranjak dari tempat tidur mereka. Shira memakai sandal bulu dan mantelnya, sedangkan Noam dan Yusuf membawa senter untuk memastikan bahwa cahaya senter yang mereka bawa bisa menjelaskan kejadian yang baru saja terjadi.
Dengan langkah pelan dan jantung berdegup pelan tidak beraturan, Noam memimpin di depan diikiuti Shira dan Yusuf dibelakangnya.
Sesampai di depan pintu kamar 203, Noam segera mengetuk pintu kamar pelan – pelan. Namun karena tidak mendapat jawaban dari dalam, Noam memutuskan untuk membuka pintu itu secara paksa.
Sesaat setelah pintu terbuka, mereka dikejutkan dengan pemandangan tak lazim. Pemandangan yang membuat perut mual dan ingin muntah. Mereka menyaksikan wanita itu tergeletak diatas ranjang penuh darah. Darah yang mengalir dari selangkangannya. Darah yang mengeluarkan bau anyir yang secepat kilat menusuk hidung mereka bertiga. Berbaur dengan partikel udara yang dingin di malam itu. Darah yang merah, kental dan anyir. Darah perawan.
“Yusuf… segera kau ke lobi, laporkan kejadian ini “! Perintah Noam yang diikuti langkah sigap Yusuf.
“Apa yang terjadi kak, aku tidak mengerti akan semua ini!” tanya Shira terbata – bata dengan jantung yang berdegup cukup kencang.
“Lihatlah” ucap Noam seraya mengarahkan sorot lampu senternya keatas mayat wanita itu.
“Oh Tuhan….” Tak kuasa Shira melihatnya. Iya mengatupkan kedua tangannya agar ketakutan yang menyergap hatinya tidak terdengar orang lain. Bahkan setan sekalipun.
“Apa yang akan kita lakukan kak?” tanya Shira dalam kebingungan bercampur rasa takut mencekam.
“Tenanglah, Yusuf sudah mengatasinya” jawab Noam singkat dan dingin. Sedingin angin malam yang berembus kencang malam itu di kota Yerussalem.
Matahari pagi membuka kelambu malam. Menyibakkan kegelapan yang melanda kota Yerussalem. Kegelapan yang semalam menyambangi Hotel Osiris. Mencekam dan membuat tenggorokan tercekat.
“Selamat pagi, bagaimana tidur kalian malam ini? sapa Yonathan kepada mereka bertiga di lobi hotel.
“Kami kurang tidur semalam” jawab Yusuf sambil menyeruput kopi panasnya.
“Iya, semalam memang cukup membuat adrenalin kami naik” kata Noam.
“Sebenarnya ada apa semalam? Tanya Shira kepada Yonathan.
“Emmm… itu… ituuu….” Ucap Yonathan dengan suara sedikit tertahan sambil sesekali menulan ludahnya. Mendadak butir – butir air menguap membasahi kening dan lehernya.
“Sebaiknya kita bicara di taman saja” ajak Yonathan yang segera disetujui oleh ketiga sahabat karib itu.
Langkah kaki mereka mengarah ke sebuah taman di belakang hotel. Taman yang dipenuhi pohon palem di kiri kanan jalan. Di tengahnya terdapat kolam air yang tinggi pancuran airnya tak mencapai bahu orang dewasa. Di sekeliling kolam itu ditumbuhi rumput hijau yang terawat baik dan bunga mawar merah muda yang mulai menguncup dan siap memekarkan kuncupnya minggu depan. Taman itu dikelilingi oleh bangunan hotel yang jendela kamar hotelnya nampak indah. Bergaya khas Romawi kuno. Dengan model daun jendela yang melengkung di bagian atasnya. Berwarna coklat gading. Suasana di taman itu benar – benar membuat orang yang berada di dalamnya serasa di Taman Eden.
“Jadi… apa yang hendak kau ceritakan ?” suara Noah memecah keheningan suasana.
“Sebenarnya, apa yang kalian saksikan semalam hanyalah sebagian kecil dari peristiwa aneh di kota ini” ucap Yonathan lirih.
“Maksudmu apa? Peristiwa apa?” gumam Noah.
“3 minggu lalu sebelum kedatangan kalian di hotel ini, ada salah satu penduduk di kota ini mengalami keguguran”
“Keguguran? bukankah itu hal yang biasa?” sanggah Noah.
“Benar… keguguran. Namun waktu keguguran itu terjadi, ada hal aneh yang terjadi pada si janin” ucap Yonathan dengan mimik muka sedikit ketakutan.
“Bayi yang keluar tidak bercampur dengan darah layaknya orang keguguran, namun kulitnya pucat. Dan cairan yang keluar dari selangkangan ibunya berwarna coklat kehitaman berbau sangat anyir. Mirip darah yang sudah membusuk berhari – hari” jawab Yonathan.
“Lalu apa yang terjadi ?” tanya Yusuf yang tiba – tiba ikut terlibat dalam pembicaraan yang serius itu.
“Dua jam kemudian si Ibu meninggal dalam keadaan payudaranya mengempes dan kering. Seolah – olah air susu yang ada dalam payudaranya tersedot habis tak bersisa” jawab Yonathan.
“Apakah sudah ditemukan siapa pelakunya?” tanya Shira penasaran
“Belum, bahkan hingga kematian perawan tadi malam pun belum terkuak siapa pelaku dibalik semua ini” jawab Yonathan pelan.
Tak berselang 10 menit, tiba – tiba Yonathan pamit undur diri. Dia hendak melakukan ritual di kuil terdekat. Ritual penyucian jiwa. Ritual yang bertujuan agar terhindar dari pengaruh roh – roh jahat.
“Aku pamit dulu, aku akan melakukan ritual penyucian jiwa di Kuil Herod”
“Untuk apa kau melakukan itu?” tanya Shira yang mendadak dihinggapi rasa penasaran.
“Kalian sendiri kan tahu akhir – akhir ini banyak gangguan roh jahat di sekitar kita. Terutama di kota ini” balas Yo meyakinkan.
“Kamu benar juga, mmm…. Apa boleh kami ikut denganmu?” pinta Noam agak sedikit memohon.
“Ya, silakan. Tapi sebaiknya kalian berganti pakaian dulu. Kalian gantilah pakaian dengan jubah. Kebetulan aku ada beberapa jubah dirumah. Mungkin bisa kalian pakai” sahut Yo.
Tak butuh waktu lama, mereka berempat sudah berganti pakaian. Memakai jubah putih panjang menutupi seluruh badan. Dengan kepala ditutupi selendang berwarna putih yang tiap ujungnya bermotif garis – garis biru. Sambil melangkahkan kaki penuh harap dan do’a. Mereka berempat berjalan bersamaan menuju Kuil Herod yang letaknya 20 menit berjalan kaki.
Di sepanjang perjalanan, yang rute nya melewati lorong – lorong perumahan, mereka bertiga dibuat takjub dengan sapaan beberapa penduduk yang mengulum senyum ramah kepada mereka. Kebanyakan mereka menghuni 1 rumah secara bersama – sama. Yang berlokasi di sebuah dinding batu cadas. Yang sengaja di desain sedemikian rupa sebagai tempat tinggal. Sehingga nampak mereka seperti tinggal di ceruk – ceruk bebatuan. Ada ruangan untuk keluarga, tempat tidur, ruang tamu dan dapur. Semuanya serba berdinding batu. Kesannya jauh dari rumah modern seperti yang banyak mereka jumpai di kota mereka. Di sepanjang jalan menuju kuil, mereka juga menjumpai gereja dan masjid. Dengan desain khas romawi kuno. Berdinding batu beratap melengkung.
Sesampai mereka di kuil Herod, mereka dibuat takjub. Kuil dihadapan mereka sungguh besar. Berbentuk persegi dengan tinggi bangunan mencapai 7 meter. Berdinding pualam putih. Kiri kanan bangunan berpilar 6 buah.bagian belakang berpilar 6 buah sedangkan bagian depan berpilar 2 buah yang ditengahnya terdapat pintu masuk berbentuk persegi dengan tinggi pintu hampir mencapai 3 meter. Daun pintu terbuat dari kayu bersimbol bintang enam. Bintang David. Di masing – masing pilar bangunan yang mengelilingi kuil terdapat ornamen daun akantus berwarna keemasan. Nampak serasi dengan dinding yang berwarna putih. Tepat diatas masing – masing sudut bangunan terdapat 4 patung dewa. Horus, Osiris, Isis dan Azazil. Semua patung itu melambangkan kepercayaan para pemuja kuil Herod.
Kekaguman mereka mendadak sirna setelah seorang Rabi mendatangi mereka. seorang Rabi yang usianya sudah tidak muda lagi. Nampak jelas kerutan di wajahnya. Kerutan yang menggambarkan betapa sudah lama dia hidup di dunia ini.
“Selamat sore Rabi” ucap Yonathan sambil membungkukkan badan dan menyilangkan kedua tangan di dadanya di hadapan Rabi itu.
“Selamat sore, Nak”. Balas Rabi
“Apakah ritualnya sudah dimulai Rabi?”
“Baru akan dimulai, kalian tunggu saja disana” ucap Rabi sambil menunjuk ke arah bangku kosong depan altar pemujaan.
Kamipun mengambil posisi di tempat duduk yang kosong. Nampak di hadapan kami altar pemujaan yang cukup luas. Yang dindingnya berlukiskan para dewa. Di depan altar terdapat meja yang lengkap dengan segala pernak – pernik untuk ritual yang akan dihelat 5 menit lagi itu.
Tiba – tiba datang seorang lelaki paruh baya yang duduk di sebelah kami.
“Permisi nak, apa bangku ini kosong? Tanya pria itu ramah
“Iya pak, silakan” jawan Yusuf kepada lelaki itu
“Darimana kalian, sepertinya aku belum pernah menjumpai kalian bersembahyang di kuil ini?” tanya lelaki itu padaku.
“Mmm… kami kebetulan pendatang pak, kami disini Cuma lewat saja setelah dari perjalanan jauh”. Jawab Yusuf singkat.
“Oh begitu” balas lelaki itu
“ngomong – ngomong ini ritual apa ya pak?” tanya Yusuf
“Hari ini kami mengadakan ritual pembersihan jiwa, semacam pemebersihan diri dari roh jahat” jawab lelaki itu.
“Apakah roh itu seperti yang nampak di lukisan dinding di kuil ini?” ucap Yusuf.
“Iya, kamu benar nak. Seperti yang kamu lihat di depan altar itu”. Ujar lelaki itu sambil mengarahkan pandangannya di dinding altar.
“Itu lukisan siapa pak? Wanita berambut ular berbadan ikan?” seraya menunjuk lukisan yang dimaksud.
“Abyzou……” jawab lelaki tua itu sambil bergetar mulutnya dengan ekspresi dingin.
“Diantara roh – roh tiu, dialah yang paling ditakuti”
“Kenapa pak”
“Dia sangat sadis !”
“Terus?”
“Pernah penduduk di desa kami meninggal dengan tidak wajar. Terutama anak – anak kecil. Mereka mendadak kerasukan dan menghisap darah binatang ternak” jawab lelaki itu.
“Sebegitu menakutkan nya kah”
“Belum nak, tidak hanya itu saja, perawan di desa kami ada yang meninggal tidak wajar. Kira – kira 3 minggu yang lalu. Dia bernama Sarah. Dia meninggal dengan tubuh kebiruan seperti kehabisan darah. Anehnya lagi, darah itu keluar lewat selangkangan mereka, coklat kehitaman, berbau anyir dan mengering” cerita si lelaki itu.
“Apa yang penduduk lakukan untuk mengatasinya” tanya Yusuf penasaran
“Ritual…..”
“Ritual apa?”
“Ritual pemanggilan Roh”
“Roh siapa”
“A – by – zou……” ucap lelaki itu seraya menatap tajam ke arah Yusuf
“Aaaaa – by – zooooouuuu….?” Ucap yusuf terbata – bata dengan mulut gemetar.
“Benar…” ujar si lelaki tua yang kemudian menutup pembicaraan mereka karena ritual telah dimulai.
“Noam, sepertinya aku sudah mendapatkan jawaban atas teka – teki kematian wanita kemarin malam” ucap Yusuf dengan mimik muka serius malam itu.
“Apa maksudmu?” tanya Noam penasaran.
“Iya kak, jelaskan kepada kami” balas Shira penasaran.
“Begini kejadiannya…..” ujar Yusuf panjang lebar kepada kedua temannya.
Setelah 30 menit berlalu
“Jadi menurutmu kita harus meminta bantuan kepada Rahib yang ada di kuil Herod itu?” tanya Noam kepada Yusuf.
“Ya benar, kalau bisa malam ini kita adakan ritualnya” balas Yusuf sigap.
“Tapi apakah Rabi itu sanggup ? mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi?” ucap Noam.
“Kita coba dulu kak, daripada kita tidak bertindak sama sekali” sahut Shira seraya meyakinkan mereka berdua.
Setelah diskusi panjang yang berakhir dengan sebuahkesepakatan, akhirnya berangkatlah mereka ke kuil Herod malam itu juga. Angin berhembus cukup kencang. Daun pohon palem bergemerisik diterpa angin, burung malam mulai melebarkan mata dan sayapnya, bersiap – siap menjelajahi langit malam tanpa bintang dan bulan.
Sesampai di depan kuil Herod, mereka bertiga bergegas masuk ke kuil.
“Rabi… rabi… apakah kau di dalam?” ucap Noam sedikit berteriak.
“Coba kau ketuk lagi pintunya lebih keras, mungkin Rabi tidak mendengarnya” perintah Yusuf kepada Noam.
“Tok… tok… tok… Rabi… apakah kau di dalam?” teriak Noam dengan nada sedikit dilemahkan.
“Iya.. tunggu sebentar” teriak Rabi dari dalam.
Tak lama kemudian, terdengar suara pintu berderik diikuti munculnya sang Rabi dari dalam kuil Herod.
“Ada apa kalian malam – malam datang kemari?” tanya Rabi penasaran.
“Kami butuh bantuan Rabi” jawab Noam.
“Apa yang bisa aku bantu”
“Bantu kami menangkap Abyzou”
“Abyzou?”
“Iya Rabi, Abyzou”
Setelah Yusuf bercerita panjang lebar tentang masalah yang mereka alami akhir – akhir ini, sang Rabi pun mengerti dan menyanggupi untuk membantu mereka.
“Masuklah kalian, dan bantu aku menyiapkan segala sesuatunya” ucap Rabi.
Kemudian ritual itupun dijalankan. Noam, Yusuf dan Shira menyiapkan altar untuk ritual di depan kuil Herod. Sebuah meja persegi berada tepat di tengah halaman kuil. Noam menggambar bintang bersudut 6 yang melambangkan bintang David. Kemudian ia meletakkan lilin di masing – masing sudut dan menyalakannya.
“Apakah altarnya sudah siap?” tanya sang Rabi.
“Sudah Rabi” jawab Noam.
“Sebentar, kalian tunggu disini” ucap Rabi.
Tak berapa lama Rabi sudah muncul dihadapan mereka sambil membawa sebuah kotak kayu bertuliskan aksara dalam bahasa Yahudi.
“Apa itu Rabi” tanya Yusuf keheranan.
“Dybbuk…”
“Untuk apa”
“Menangkap Abyzou”
“Apakah kita akan berhasil, Rabi?”
“Yakinlah”
Sang Rabi pun memakai jubahnya, selendang dan membawa kitab suci di tangannya.
“Cepat letakkan kotak Dybbuk ini di depan meja ritual” perintah sang Rabi.
“Baiklah Rabi” jawab Noam dengan sigap meletakkan kotak itu.
Lalu sang Rabi membaca mantra sambil membungkuk – naikkan badannya berulang – ulang.
Abyzou…. Abyzou… Abyzou…
Datanglah… datanglaaaahhh…
Atas nama dewa – dewa, kupanggil kau kemari…
Datanglah wahai jiwa – jiwa yang terkutuk…
Datanglaaaaahhh….
Angin mendadak berembus sangat kencang, awan bergemuruh beriak – riak berkumpul jadi satu tepat diatas kuil Herod, kilatan petir menyambar – nyambar menyambut kedatangan Abyzou….
Wanita berambut ular berbadan ikan dengan tubuh kehijau – hijauan menampakkan diri di hadapan sang Rabi. Matanya menyala kemerahan. Menunjukkan kemarahannya atas ulah sang Rabi.
Aaarrrkh….
Kenapa kau memanggilku
Apa urusanmu denganku….
Suasana makin mencekam diiringi deru angin yang semakin kencang. Dengan tatapan penuh amarah, Abyzou berjalan mendekati sang Rabi.
“Kau akan aku kembalikan ke tempatmu semula!” ucap sang Rabi tenang smbil terus merapalkan mantra – mantra.
Buktikan kalau kau sanggup… hahahahaha…
Sang Rabi pun terus merapalkan mantranya,
Abyzou…. Abyzou… Abyzou…
Datanglah… datanglaaaahhh…
Atas nama dewa – dewa, kupanggil kau kemari…
Pulanglah kau jiwa – jiwa yang terkutuk…
Pulanglah ke tempatmu semula….
10 menit kemudian suasana menjadi tenang kembali.
Namun tiba – tiba badan Shira kejang – kejang, matanya melotot. Tertarik kedalam hingga nampak bola matanya berubah menjadi putih. Tiba – tiba ia berteriak histeris…
Hentikan mantra itu Rabiiii…
Atau akan aku bawa jiwa gadis yang msih perawan ini…
Hahahaha….
Tak sedikitpun Sang Rabi takut dengan ancaman Abyzou. Ia bahkan makin keras merapalkan mantranya.
Abyzou… abyzou…
Hentikan Rabi… hentikaaaaannnn
Tubuh Shira tertelungkup tepat di depan meja altar. Kepala Shira mendongak keatas. Mulut Shira menganga lebar. Perlahan – lahan cairan hijau pekat menetes dari ujung bibirnya. Sesosok tangan penuh lendir kehijauan keluar dari mulutnya. Tangan, kepala, badan hingga ekor Abyzou perlahan – lahan keluar melalui mulut Shira. Gadis itu kemudian pingsan di depan meja altar.
Abyzou merangkak pelan. Sementara sang Rabi terus merapalkan mantranya. Dengan diiringi mantra sang Rabi, Abyzou merangkak pelan menuju kotak Dybbuk. Kotak dimana seharusnya ia berada. Sementara itu Noam dan Yusuf diam tak bergeming di tempatnya. Mulut mereka menganga, kerongkongan mereka tersekat hingga tak bisa berkata. Urat nadi mereka seakan tidak dialiri darah.
“Cepat…. Tutup kotak itu!” perintah sang Rabi
“Iya Rabi…” sontak Noam menjawab perintah Rabi. Dengan cekatan ia meraih kotak itu dan menutupnya kembali.
“Kudengar dari penduduk, kalian berhasil meringkus Abyzou?” tanya Yonathan pagi itu.
“Bukan meringkus, lebih tepatnya mengembalikan” jawab Yusuf sambil sesekali menyesap kopi panas.
“Tapi… Bagaimana cara kalian melakukannya?” tanya Yonathan terheran – heran.
“Panjang ceritanya” sahut Shira.
“Iya, kamipun tak habis pikir akan kejadian semalam” jawab Noam yang diikuti anggukan kedua temannya itu.
“Ah sudahlah, yang penting sekarang kota kita aman. Jadi… apa rencana kalian selanjutnya? Apa menetap disini atau bagaimana?” tanya Yonathan ingin tahu.
“Kami akan melanjutkan perjalanan kami…” jawab Noam singkat.
“Hmmm… kalau begitu hati – hati. Semoga perjalanan kalian bertiga lancar” ucap Yo.
“Terima kasih” balas Noam.
Sementara itu di kuil Heron sedang sibuk – sibuknya bekerja. Para pembantu Rabi sedang membersihkan sisa – sisa ritual penyucian jiwa kemarin. Termasuk altar semalam yang belum sempat dibereskan oleh sang Rabi. Mereka membereskan meja dan perlengkapan upacara yang berantakan. Saat salah seorang pembantu Rabi membersihkan meja, ia melihat sebuah kotak yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Karena aneh, ia lalu membuka kotak itu dan mengamati isinya. Tiba – tiba…
“Hai kau, apa yang kau lakukan disana?” teriak salah seorang temannya dari dalam.
“Cepat kau bantu aku. Disini masih banyak pekerjaan!”
“Ii..ii.. iyaaaa.. aku segera datang”
Lalu ia bergegas masuk kedalam menemui temannya dengan tetap membiarkan kotak itu terbuka…..